Indonesia adalah negeri yang terkenal kaya akan SDA, suku, budaya dan agama. Negeri tempat sejuta pahlawan. Ada sebuah pertanyaan besar untuk bangsa ini, “Ini Indonesiaku atau negerinya bangsa asing ?” itulah yang harus kita jawab sekarang, sebab seiring dengan berkembangnya zaman di era globalisasi banyak sekali keadaan yang telah berubah dari negeri tanah surga (Indonesia). Tak usah jauh-jauh kita lihat, mulai dari awal negeri kita menjadi sebuah negara merdeka adalah mengharap embel-embel kemerdekaan dari negeri penjajah (Jepang) yang mengakibatkan kita mudah dipengaruhi ataupun dipecah belah seperti kejadian Papua (Irian Jaya Barat), yang dulu ditukangi semasa pasca kemerdekaan oleh Belanda. Pihak Belanda lantas meminta orang-orang Papua (Irian Jaya Barat) agar melepaskan diri menjadi negara baru dengan alasan mereka mempunyai banyak SDA seperti emas,dll yang bisa membuat mereka menjadi negara sendiri.
Negeri Indonesia seolah berubah menjadi negerinya bangsa asing, sebab banyak sekali jati diri dari bangsa Indonesia yang telah hilang, mulai dari bergesernya secara perlahan-lahan nasionalisme bangsa Indonesia terhadap ahasa Indonesia ke Bahasa asing (Bahasa Inggris), pengeksploitasian sumber daya alam di bumi Indonesia secara besar-besaran banyak dikelola oleh perusahaan asing, selain itu budaya barat yang menggantikan budaya timur sehingga sekarang ini banyak sekali masyarakat Indonesia, terutama; pemuda-pemudi yang bergaya dan berpenampilan ala budaya barat dari sisi negatifnya membawa dampak buruk seperti meningkatnya kasus-kasus kriminal, mengundang maksiat, tindakan asusila dan lainnya. Selain itu mereka juga melupakan bahasa Indonesia yang menjadi bahasa utama kita tetapi saat berbincang, bergombal, bercumbu rayu dengan kekasih mereka sering kali menggunakan bahasa asing (Bahasa Inggris), seakan mereka keren dengan bahasa asing. Jadi bisa saya katakan disini bahwa kaum remaja itu menerapkan bahwa determinisme hidup mereka itu ingin selalu dipandang oleh orang sekitar, walaupun menurut saya hakikat hidup manusia itu ingin selalu hedon tanpa ingin susah.
Di era revolusi 4.0 banyak sekali tantangan-tantangan yang membuat kita lupa akan adanya nilai-nilai Pancasila yang harus selalu diterapkan. Jika dilihat lebih dalam lagi, Pancasila ini berperan sebagai pengayom, sebagai pagar serta tameng bagi negara ini terhadap ancaman baik dalam maupun luar. Masyarakat jauh dari Pancasila karena mereka lupa bahwa Pancasila sebagai alat pemersatu, bisa jadi masyarakat tersebut mengambil prinsip-prinsip yang justru dari luar dan tidak sesuai dengan kultur serta kepribadian bangsa ini.
Kemudian dengan arif para founding father kita menetapkan bahwa dasar negara Indonesia adalah pancasila, tidak mengikut kepada sekularis maupun agama akan tetapi memadukan segi-segi positif kedua sistem tersebut. Indonesia bukan merupakan negara agama namun tidak hampa dengan agama, ada spirit keagamaan yang membimbing jalannya sebuah negara. Sistem inilah kemudian yang disepakati dan dijalankan sampai hari ini dan akan dipertahankan sampai ahir.
Dari sini kita bisa melihat bahwa hidup di negara Indonesia ini harus senantiasa menjaga kearifan budaya Indonesia; baik bahasa, adat, dan hukum yang berlaku. Sudah selayaknya kita sebagai rakyat indonesia untuk senantiasa menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa. Tak luput dari pandangan kita selaku generasi penerus bangsa, agar selalu ingat dan mengamalkan, menjaga cita-cita para leluhur. Mulai dari zaman sebelum merdeka sampai sekarang untuk bertujuan tetap sama yaitu; menjaga keutuhan NKRI dari berbagai sudut tanpa memandang perbedaan suku, ras, maupun agama. Agar tercipta negara yang diimpikan.
Penulis : Rifqi Dzulfikar, Mahasiswa HKI 2020
Editor : Ahsan Shiddiqi