Seminar Nasional HMPS HTN UIN Sunan Kalijaga Soroti 27 Tahun Reformasi dan Urgensi Etika Konstitusi Presiden

CONVENTION HALL LANTAI II – HMPS Hukum Tata Negara sukses menggelar Seminar Hukum Nasional bertajuk “27 Tahun Reformasi dan Dinamika Konstitusi: Pengaturan Etika Konstitusi sebagai Pedoman Pembatasan Kekuasaan Presiden” pada Selasa, (03/06) kemarin di Gedung Convention Hall Lantai II, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Acara yang dimulai pukul 08.00 WIB ini dibuka dengan penampilan dari grup band Sevendays yang kemudian dilanjutkan dengan pembukaan resmi oleh MC. Dihadiri oleh ketua dan sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara, acara dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Prof. Ali Sodiqin, M.Ag.

Pembukaan diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Hymne UIN Sunan Kalijaga, dan Mars Mahasiswa. Teater Eska turut memeriahkan rangkaian acara seminar tersebut dengan menampilkan musikalisasi puisi sebelum seminar dimulai.

Ketua Pelaksana kegiatan, Fahmi Fuad Ferdiansyah, dalam wawancaranya menyampaikan bahwa seminar ini diselenggarakan untuk merefleksikan 27 tahun reformasi yang jatuh pada bulan Mei 2025 lalu. “Reformasi kami hubungkan dengan dinamika konstitusi, karena meskipun telah berlangsung lama, konstitusi belum menemukan bentuk yang final. Kita juga harus peka terhadap isu-isu mutakhir seperti dwifungsi ABRI yang kembali mengemuka,” jelasnya.

Wakil Ketua HMPS HTN, Fina Khoirunnisa, berharap melalui kegiatan ini mahasiswa HTN lebih peduli terhadap isu aktual, khususnya soal etika kepresidenan. “Presiden sebagai kepala negara belum memiliki aturan etika khusus, sementara lembaga lain sudah memilikinya. Mahasiswa HTN harus bisa mendorong perubahan, misalnya dengan judicial review atau penyusunan draft kode etik presiden,” ungkapnya.

Seminar yang kemudian dipandu oleh Moderator Tsalis Khoirul Fatna tersebut memulai dengan pemaparan dari Narasumber pertama, Dr. Jamaluddin Ghofur, S.H., M.H. Beliau  menegaskan bahwa pelanggaran etika oleh Presiden semestinya dijatuhi sanksi lebih tegas. “Jangan sampai moral hanya dijadikan simbol. Kalau moral tidak dihormati, maka hukum akan tertatih-tatih,” katanya.

Sementara itu, Narasumber kedua, Gugun El Guyanie, S.H., LL.M, mengutip pernyataan Ketua MK pertama, Prof. Jimly Asshiddiqie, bahwa sebelum reformasi, HTN merupakan prodi yang tidak diminati. Ia juga menegaskan kembali mandat reformasi yang menuntut pengadilan terhadap Soeharto dan amandemen UUD 1945, yang kemudian melahirkan pemilu lima tahunan dan staate independece agency.



Seminar ini menjadi ruang reflektif dan edukatif bagi mahasiswa untuk lebih memahami pentingnya etika dalam membatasi kekuasaan Presiden. Penyelenggara berkomitmen bahwa kegiatan serupa akan terus dilanjutkan melalui forum diskusi akademis rutin guna mengawal dinamika konstitusi dan memperkuat prinsip negara hukum di Indonesia.

 


Reporter : Saiful Masarih (Anggota Baru)

 


Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال