Akhir akhir ini keadaan semakin mencekam, biasanya pertanyaan setiap pagi yang saya lontarkan “mau sarapan apa?” berganti “hari ini yang meninggal siapa”. Situasi yang bukanlah terjadi pertama kali ini saja, tetapi pernah dialami oleh orang-orang zaman dulu yang dikienal dengan istilah pagebluk/ wabah, pagi sakit sore meninggal, sore sakit pagi meninggal, terus seperti itu.
Sebenarnya negri ini kerap ditimpa wabah mulai dari cacar, flu burung, malaria, dll. Namun kali ini berbeda, seluruh dunia ditimpa kecemasan, virus yang berasal dari Wuhan Cina semakin hari menyebar ke penjuru dunia dan sampailah ke Indonesia. Masih ingat kasus pertama berawal dari seorang ibu dan anak yang terpapar virus Covid-19? Saat itulah gendang perang ditabuh.
Berbagai media secara serentak memberitakan topik yang sama. Masyarakat panik, nakes panik, sampai pemerintah pun panik. Selang beberapa hari kasus yang berawal dari 2 orang meningkat drastis, pemerintah memberhentikan pembelajaran tatap muka, melarang mudik, mewajibkan 3M, mengadakan pembatasan wilayah, menutup tempat tempat ibadah, menerapkan PSBB, dan sekarang PPKM. tentu pemerintah mencurahkan seluruh fikiran dan tenaga demi menjaga masyarakat agar tidak terpapar, rupanya kerja menteri kesehatan tidak memperbaiki keadaan sehingga presiden terpaksa mereshuffle. Setelah pergantian jabatan apakah keadaan menjadi baik? Ternyata tidak, kasus semakin melonjak dan pemerintah masih mencari jalan keluar.
Simpang siur barita mengenai covid-19 semakin ramai, benarkah covid -19 hanya konspirasi? Benarkah semua ini permainan elit politik? Benarkah ada sebagian oknum yang mencovidkan masyarakat agar biaya rumah sakit digratiskan? Saya tidak tahu. Saya hanya tahu tetangga yang mengidap penyakit jantung lalu meninggal dimakamkan dengan prokes ketat.
Dampak sangat terasa di kalangan masyarakat bawah, jangankan punya tabungan, besok mau makan apa mereka tidak tahu. Tapi mau bagaimana lagi? Masyarakat kecil bisa apa sih? Mau melawan takut ditangkap, mau taat tapi kelaparan. Sejak pemberlakuan PPKM Darurat jalanan ditutup, aparat dimana mana, toko-toko terpaksa tutup. Saya berfikir, kalo toko tutup ada ratusan tukang parkir pengangguran, ada ratusan karyawan pengangguran dan ada ratusan pengusaha tak punya masukan. Sampai nanti tanggal 20 Juli, Yaallah miris
Lebih parahnya lagi tempat ibadah yang menjadi pelabuhan kami orang orang susah dan beriman ditutup. kalau gus mus berkata dalam puisinya bahwa “rumah-rumahMu yang selama ini kami ramaikan hanya untuk memuja diri kami” memang itu tidak salah. Tapi ada beberapa umat yang awam yang tingkat keagamaanya baru level pertama menjadikan masjid sebagai rumah dari segala rumah, menjadikan masjid sebagai sumber ketenangan ditengah krisis kehidupan, menjadi tempat pengaduan ditengah desakan, dan menjadi ruang permohonan demi bangsa dan Negara agar wabah segera diangkat.
Kalau pemerintah ikut andil dalam membuat kebijakan, aparat keamanan dalam mengamankan prokes, nakes dalam pengobatan pasyen, bolehkah kami membantu meredakan virs Covid-19 dengan cara kami sendiri?. Cara kami berdo’a, karna covid-19 adalah makhluk biarkan kami bernegosiasi dengan penguasa makhluk untuk mengangkat satu makhluknya yang berhasil menelan jutaan jiwa. Saya mengibaratkan covid-19 bagaikan perang, ketika 2 lawan saling berseteru sampai kapanpun perang tidak akan usai kecuali ada yang mengalah.
Sudah berapa macam variasi kebijakan yang diberlakukan, mulai dari PSBB, PPKM, PPKM Mikro sampai sekarang PPKM Darurat. Kalau PPKM darurat sudah usai dan lonjakan semakin tinggi apakah pemerintah tetap keukeh mengadakan pembatasan jenis lainnya?. Ayolah puan… tuan… pertimbangan lagi kebijakan baru yang melibatkan tuhan, kalau mall boleh buka masa majlis dan tempat beribadah kaum beragama dilarang.
Mungkin tuan dan puan bisa sedikit mengadopsi kebijakan sultan Brunai dengan mewajibkan membaca al qur’an di rumah masing masing dan melarang kunjungan warga Negara asing , atas izin-Nya Brunai sudah satu tahun menjadi salah satu Negara bebas covid-19 . Saya pernah dengar ucapan guru saya “do’anya orang 40 sama dengan do’anya 1 waliyullah” kalau seorang wali sudah berdo’a kemungkinan besar akan diijabah. Di Indonesia tidak kurang ulama sepuh, tidak kurang mursyid toriqoh, tidak kurang para kiai bahkan ketua sufi dunia berasal dari negri ini dan menjadi staf khusus presiden. Kalau tuan dan puan tidak keberatan, monggo berdiskusi dengan ketum PBNU atau wapres untuk mengadakan pencegahan virus yang melibatkan tuhan, kalau ini terjadi seluruh pemuka agama pasti mendukung penuh. Bayangkan presiden kita mengeluarkan maklumat agar semua masyarakat diwajibkan melakukan do’a bersama sesuai keyakinan masing masing di rumah masing masing tanpa mengabaikan prokes. Berapa ribu kiai berapa juta santri yang menggemakan ayat ayat tuhan dalam satu waktu selama PPKM.
Penulis: Alfa saidah, Mahasiswi HTN 2020
Editor : Agus Lilik